Gedung OJK D.I. Yogyakarta. |
YOGYAKARTA, PEWARTA JOGJA - Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Yunianto, mengungkapkan bahwa mengurangi kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan masih menjadi tantangan besar.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2024, tingkat literasi keuangan masyarakat pada tahun 2023 tercatat sebesar 65,43 persen, sementara tingkat inklusi keuangannya mencapai 75,02 persen.
"Tantangan (literasi dan inklusi keuangan) terutama memperkecil gap antara literasi dan inklusi. Gap yang cukup jauh antara literasi dan inklusi keuangan memberikan gambaran bahwa masyarakat telah memiliki akses terhadap produk dan layanan keuangan, namun belum memahami hak, kewajiban, manfaat, dan risiko menggunakan produk atau layanan keuangan," kata Eko Yunianto, dikutip Tribun Jogja, pada Jumat (25/10/2024).
Menurut Eko, kesenjangan ini memerlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, regulator, serta lembaga jasa keuangan.
Sinergi antara sektor-sektor tersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan literasi dan inklusi keuangan yang akan membantu kemajuan ekonomi nasional.
Dalam upaya tersebut, OJK telah menginisiasi berbagai bentuk kolaborasi dalam Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN). Program ini juga diselaraskan dengan puncak Bulan Inklusi Keuangan tahun 2024.
GENCARKAN melibatkan seluruh kementerian, lembaga jasa keuangan (LJK), dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan secara menyeluruh di berbagai wilayah di Indonesia.
"Tujuannya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas keuangan, sehingga dapat mengambil keputusan finansial yang tepat dan terhindar dari berbagai kasus kejahatan finansial," tambah Eko.
Eko juga menekankan bahwa literasi dan inklusi keuangan tidak hanya menjadi tanggung jawab regulator, tetapi juga menjadi kewajiban industri jasa keuangan.
Lembaga-lembaga ini diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat agar memahami produk keuangan dengan baik sebelum memanfaatkannya.
Hal ini penting untuk mencegah masyarakat menjadi korban kesalahpahaman atau kurangnya informasi tentang risiko layanan keuangan.
"Dari sisi regulasi, kami mensyaratkan bagi industri jasa keuangan agar memberikan pemahaman terlebih dahulu. Jangan sampai masyarakat sebagai nasabah seperti membeli kucing dalam karung," tuturnya.
Dengan berbagai upaya tersebut, diharapkan literasi dan inklusi keuangan dapat terus meningkat, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan produk keuangan dengan lebih bijak dan optimal.